KEBIJAKAN PENGHEMATAN ANGGARAN SUBSIDI PUPUK TAHUN 2011

Permasalahan utama dalam subsidi pupuk tahun 2011 adalah anggaran lebih banyak digunakan untuk subsidi input (pupuk dan BLM) dan bukan untuk memperkuat sumber peningkatan produktivitas yaitu Research and Development (R&D), penyuluhan (extension) dan irigasi. Untuk itu, perlu reorientasi anggaran secara sistematis mulai tahun 2011 melalui : pengurangan subsidi pupuk dan peningkatan efektivitas dan alokasi untuk R & D, penyuluhan dan irigasi.

Dalam rangka penguatan sumber peningkatan produktivitas tersebut, perlu dibentuk kelompok kerja, yaitu : (a). Tim Subsidi Pupuk dikoordinasikan Menko Perekonomian; (b). Tim R & D dan Extension dikoordinasikan Menteri Pertanian dengan anggota Menteri Kelautan dan Perikanan, Menteri Kehutanan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Riset dan Teknologi, dan Gubernur; (c). Tim Irigasi dikoordinasikan Menteri Pekerjaan Umum dengan anggota Menteri Pertanian, Menteri Dalam Negeri, Gubernur Menteri PPN/KepalaBappenas, Menteri Keuangan dan Kepala UKP4 diikutsertakan dalam semua Tim. Tugas Tim adalah merumuskan dan melaksanakan program aksi reorientasi APBN (dan APBD) beserta blueprint mekanisme koordinasi yang diperlukan untuk pelaksanaannya.

Apabila kebijakan penghematan anggaran pupuk subsidi dilaksanakan, maka akan berdampak kepada petani gurem dengan luasan < 0.5 % sekitar 55 %. Fakta lain petani kecil umumnya masih menghadapi persoalan kegagalan pasar kredit sehingga mempunyai masalah pada pembiayaan input dalam produksi padi. Oleh karena itu, perlu adanya : (i) pengurangan subsidi pupuk harus dilakukan secara bertahap; (ii) mekanisme alternatif untuk mengatasi persoalan kegagalan pasar kredit khususnya bagi petani kecil.

Penggunaan pupuk yang tidak rasional, menurut penelitian bahwa secara agronomis dibutuhkan sekitar 200-250 kg/ha, namun dewasa ini penggunaan pupuk melebihi batas toleransi tersebut yaitu sekitar 350-500 kg/ha yang dapat mengakibatkan penurunan tingkat kesuburan tanah dan menimbulkan masalah pada lingkungan hidup. Penggunaan yang tidak rasional ini terutama disebabkan oleh harga pupuk urea yang terlalu murah. Perbedaan harga dengan jenis pupuk lain, menyebabkan komposisi pupuk tidak berimbang menyebabkan rendemen dari gabah ke beras rendah dibandingkan dengan pupuk yang berimbang. Subsidi yang besar menyebabkan terjadinya kebocoran (leakage) kepada perkebunan besar yang bukan menjadi sasaran sehingga menimbulkan kelangkaan pupuk.


Sesuai kebijakan penghematan subsidi pupuk, Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Pertanian meyusun beberapa Rancangan (plan) dengan asumsi tertentu, yaitu sbb. :

• Plan – A : Subsidi pupuk untuk seluruh sektor pertanian sesuai Road Map, dengan asumsi:
HPP naik 5% per tahun dan
HET pupuk naik bertahap 10% per tahun.

• Plan – B : Subsidi pupuk untuk subsektor tanaman pangan, dengan asumsi:
HPP naik 5% per tahun
HET pupuk naik bertahap 10% per tahun

• Plan – C : Subsidi pupuk untuk subsektor tanaman pangan dan tebu, dengan asumsi:
HPP naik 5% per tahun
HET pupuk naik bertahap 10% per tahun

• Plan- D :

1) Perluasan Ujicoba Subsidi Pupuk Langsung ke petani di 10 provinsi, 10 kabupaten dan

2) Subsidi pupuk untuk sub sektor tanaman pangan, dengan asumsi :
HPP naik 5 % per tahun, dan
HET pupuk naik bertahap 10 % per tahun

• Plan-E :

1) Subsidi Gas, dan pupuk sesuai harga pasar dengan penetapan Ceilling Price, dan

2) Subsidi transportasi

Dengan segala pertimbangan, maka dari beberapa simulasi diatas, diputuskan bahwa Plan-A akan diusulkan sebagai upaya penghematan anggaran pupuk subsidi.

Sumber: Direktorat Perbenihan dan Sarana Produksi

Tidak ada komentar: